Wednesday, May 2, 2012


Tulisan Bebas 3

PENDAPATAN PER KAPITA
 Indonesia


Disusun :
“Kelompok 9”
§     Diana Aprianti                        22211042
§     Linda Rustiani                         24211109
§     Taruli Gultoem                        28211268
§     Yenni Valentine                       27211505


1EB22

Kalimalang
 April 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita diperoleh dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduknya. Pendapatan per kapita juga merefleksikan produk domestik bruto (PDB) per kapita.
Pendapatan per kapita itu sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara. Semakin besar pendapatan per kapitanya, makin makmur negara tersebut.
Di tengah demonstrasi buruh marak menuntut kenaikan upah minimum, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru. Pendapatan per kapita masyarakat Indonesia, menurut BPS, meningkat selama tiga tahun terakhir, rata-rata naik 12,9 persen per tahun.

B.     Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menambah wawasan masyarakat dalam memahami bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang tercermin dari pendapatan per kapita Indonesia dari tahun ke tahun.
Tujuan lain dari penulisan ini juga untuk memenuhi tugas berupa tulisan mata kuliah Perekonomian Indonesia yang adaptif terhadap pengembangan softskill.

C.    Rumusan Masalah

1.      Bagaimana pendapatan per kapita Negara Indonesia selama kurun waktu empat tahun terakhir?
2.      Bagaimana pengaruh pendapatan per kapita terhadap perekonomian Indonesia?
3.      Bagaimana target yang ditetapkan untuk pendapatan per kapita Indonesia beberapa tahun ke depan?
4.      Usaha apa saja yang perlu dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk mencapai target pendapatan per kapita yang telah direncanakan?

  
BAB II
ISI


A.    Pendapatan Per kapita Indonesia Tahun 2008
Pendapatan per kapita Indonesia pada 2008 mengalami peningkatan dibanding 2007 lalu. Badan Pusat Statistik mencatat sebesar Rp 21,7 juta atau setara dengan US$ 2.271,2 per orang per tahun. Kepala BPS, Rusman Heriawan mengatakan bahwa ini merupakan peningkatan yang cukup besar 23,6 persen jika dibandingkan tahun 2007 sebesar Rp 17,5 juta atau setara US$ 1.942,1. Angka ini merupakan PDB total dibagi dengan jumlah penduduk dibagi rata-rata kurs tahun 2008. Dalam penghitungan PDB per kapita tersebut, BPS menggunakan kurs realisasi ekpor dan impor, bukan kurs yang ditetapkan Bank Indonesia.
BPS sebelumnya mencapat PDB Indonesia sepanjang 2008 sebesar 6,1 persen. Sedangkan triwulan IV 2008 sebesar 5,2 persen atau minus 3,6 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
"Secara year on year triwulanan memang jauh di bawah enam persen. Bahkan kalau dilihat dari q to q, minus 3,6 persen. Ini bukan surprise karena dalam tiga tahun terakhir, setiap triwulan IV memang selalu kontraksi. Jadi ini bukan sesuatu yang luar biasa," kata Rusman. Rusman menjelaskan, pemerintah sepakat Indonesia sudah terkena dampak krisis pada triwulan IV 2008. Namun kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. "Semua negara yang ekonominya ditunjang ekspor, seperti Singapura, Jepang, semuanya tidak ada yang mengatakan pertumbuhan ekonominya positif," kata dia.
Triwulan IV, hampir semua negara pertumbuhannya kontraksi. "Cuma kepararahannya, barangkali Indonesia masih lebih baik. Jadi Amerika kena duluan, kemudian negara-negara yang punya hubungan dengan Amerika, ramai-ramai mengumumkan pertumbuhannya kontraksi," kata dia.

B.     Pendapatan Perkapita Indonesia Tahun 2009
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 yang mencapai 4,5% membuat pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2009 naik menjadi Rp 24,3 juta (US$ 2.590,1) dibandingkan tahun 2008 yang sebesar Rp 21,7 juta (US$ 2.269,9). Hal ini disampaikan oleh Deputi Neraca dan Bidang Analisis Statistik Slamet Sutomo.
PDB per kapita merupakan PDB (atas dasar harga berlaku) dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2009 angka PDB per kapita diperkirakan mencapai Rp24,3 juta (US$ 2.590,1) dengan laju peningkatan sebesar 12,0 persen dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2008 yang sebesar Rp21,7 juta (US$ 2.269,9).
Dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5% di 2009, maka nilai PDB Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2009 mencapai Rp 2.177 triliun, sedangkan pada tahun 2008 dan 2007 masing-masing sebesar Rp 2.082,3 triliun dan Rp 1.964,3 triliun.
Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2009 naik sebesar Rp 662,0 triliun, yaitu dari Rp 4.951,4 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp5.613,4 triliun pada tahun 2009.
Selama tahun 2009, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 15,5 persen, diikuti oleh Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 13,8 persen, Sektor Konstruksi 7,1 persen, Sektor Jasa-jasa 6,4 persen, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 5,0 persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian 4,4 persen, Sektor Pertanian 4,1 persen, dan Sektor Industri Pengolahan 2,1 persen, serta Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,1 persen. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2009 mencapai 4,9 persen yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 4,5 persen.

C.    Pendapatan Perkapita Indonesia Tahun 2010
Perekonomian Indonesia memang sedang naik daun. Ketika dunia dilanda krisis, perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh positif, bahkan hingga 4,5 persen pada 2009. Padahal, tahun itu banyak negara mengalami kemerosotan dalam perekonomian. Di Indonesia, jumlah penduduk yang besar tidak lagi dilihat sebagai ”hantu” perekonomian, tetapi sebagai pasar yang besar dan menarik.
Orang asing berdatangan ke Indonesia untuk menanam modal dan menjual barang dan jasa ke Indonesia. Lebih menggembirakan lagi, tahun ini pendapatan per kapita orang Indonesia diperkirakan mencapai USD3.000. Pencapaian angka ini sangat penting. Presiden China pernah menargetkan pencapaian pendapatan per kapita sebesar USD3.000 pada 2020. China ternyata telah mencapainya pada 2008-2009.
Perekonomian Korea Selatan juga tumbuh dengan amat cepat, 11 persen per tahun setelah mencapai pendapatan per kapita sebesar USD3.000. Dengan kata lain, Indonesia akan segera memasuki era pertumbuhan ekonomi yang makin cepat.
Pemerintah Indonesia juga ingin mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan. Artinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu penting. Harus dilihat apa yang menyebabkan pertumbuhan tersebut. Apakah pertumbuhan yang tinggi itu disertai berbagai hal negatif seperti perusakan lingkungan, penurunan kesehatan penduduk, polusi udara, dan kemacetan di jalan raya yang menurunkan produktivitas penduduk?
Selain pertanyaan konseptual berkaitan dengan tujuan pembangunan ekonomi, harus diketahui pula bagaimana pendapatan per kapita tersebut dihitung. Konsep yang digunakan adalah suatu konsep yang disebut dengan ”pendapatan nominal”, dan bukan ”pendapatan nyata”. Pendapatan nyata memperlihatkan perubahan dalam daya beli, sedangkan pendapatan nominal mencakup perubahan daya beli dan perubahan harga.
Sebuah contoh: setelah lima tahun bekerja, gaji Amin meningkat dari Rp5 juta menjadi Rp6 juta. Amin tampak senang kenaikan Rp1 juta ini, tapi sesungguhnya daya belinya menurun. Dengan asumsi inflasi hanya lima persen per tahun, gaji Amin seharusnya naik menjadi kira-kira Rp 6,5 juta agar daya belinya tidak berubah. Kenaikan gaji Rp1 juta itu sesungguhnya tidak mencukupi untuk mengimbangi kenaikan harga. Amin mengalami peningkatan pendapatan nominal, tetapi pendapatan nyata dia yakni daya beli telah menurun. Kalau inflasi lebih tinggi dari lima persen per tahun, daya beli Amin akan turun lebih banyak. Di Indonesia, inflasi lima persen sudah dianggap rendah. Maka, tiap tahun pendapatan Amin harus naik lebih tinggi dari lima persen agar daya belinya meningkat.
Bagaimana dengan pendapatan per kapita USD3.000? Di awal sudah memperlihatkan betapa hebatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2004-2010. Pendapatan per kapita naik secara cemerlang dari USD1.196 pada 2004 menjadi USD3.000 pada 2010. Pendapatan per kapita naik menjadi hampir tiga kali lipat selama enam tahun. Angka pertumbuhan pendapatan per kapita mencapai 15,3 persen per tahun selama periode enam tahun ini.
Namun, perlu diingat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 1998 tak pernah lebih tinggi daripada 6,5 persen per tahun. Lalu, dari mana datang angka 15,3 persen itu? Kesan cemerlang tadi diperoleh dengan menggunakan konsep pendapatan nominal untuk membandingkan pendapatan per kapita. Dengan kata lain, perbandingan pendapatan per kapita selama 2004-2010 itu belum tentu mencerminkan perubahan dalam daya beli masyarakat. Sebagian dari perubahan pendapatan selama enam tahun itu karena kenaikan harga. Mari kita lihat data Badan Pusat Statistik (BPS). Karena data 2010 belum selesai, maka BPS hanya memakai data 2009 untuk menghindar data proyeksi. Bila menggunakan pendapatan nominal, pendapatan per kapita di Indonesia naik menjadi USD2.696 pada 2009, lebih dari dua kali lipat USD1.179 pada 2004. Data dengan pendapatan nominal dari BPS ini pun memberikan kesan yang luar biasa pada peningkatan pendapatan per kapita Indonesia. Namun, BPS juga memberikan data pendapatan nasional nyata yang memungkinkan kita melihat perubahan daya beli.
BPS menggunakan tingkat harga pada 2000 untuk membandingkan daya beli di 2004 dan 2009. Diukur dengan tingkat harga 2000, pendapatan per kapita Indonesia sebesar USD851 pada 2004 yang kemudian naik hanya menjadi USD1.045 pada 2009. Kenaikan yang hanya 22 persen selama lima tahun jauh lebih kecil dari yang diperlihatkan dengan statistik pendapatan nominal. Artinya kenaikan yang luar biasa dari pendapatan per kapita tersebut sebagian besar karena kenaikan harga yang cepat. Dengan kata lain, pendapatan per kapita naik dengan cepat, tetapi disertai kenaikan biaya hidup yang cepat pula. Memang perhitungan dengan menggunakan konsep pendapatan nominal dapat memberi gambaran yang salah karena mencakup perubahan harga dan tidak mencerminkan peningkatan daya beli masyarakat.
Kalau kita menggunakan konsep pendapatan nominal, kita dapat dengan ”mudah” menggandakan pendapatan per kapita kita menjadi USD6.000 pada 2014. Caranya? Pendapatan per kapita harus tumbuh 17,5 persen per tahun selama 2010-2014. Asumsikan pertumbuhan penduduk 1,3 persen per tahun. Maka, pertumbuhan pendapatan secara nominal harus tumbuh kira-kira 19 persen per tahun. Kalau selama empat tahun ke depan pendapatan tumbuh rata-rata tujuh persen per tahun, inflasi harus mencapai rata-rata minimal 12 persen. Untuk menggandakan pendapatan per kapita pada 2014, kita harus bersiap menghadapi inflasi yang luar biasa yakni 12 persen per tahun. Artinya, tiap tahun hingga 2014 harga akan naik 12 persen. Kalau pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari tujuh persen, inflasi harus lebih tinggi lagi.
Maukah kita menggandakan pendapatan nasional per kapita kita dengan peningkatan biaya hidup yang cepat? Tentu saja tidak. Ini hanya contoh dramatis dari kelemahan menggunakan konsep pendapatan nominal untuk memperlihatkan kemajuan perekonomian Indonesia.
Kita dapat memiliki pendapatan per kapita yang tinggi, tetapi pendapatan yang tinggi ini dapat pula disertai biaya hidup yang makin tinggi. Selama 2004-2009, daya beli masyarakat memang mengalami kemajuan, tetapi tidak sedramatis yang diperlihatkan dengan statistik pendapatan nominal.

D.    Pendapatan Perkapita Indonesia Tahun 2011
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pendapatan per kapita  masyarakat Indonesia sepanjang 2011 mencapai Rp30,8 juta atau sekitar US$3.542,9. Angka ini naik sekitar Rp3,7 juta dibandingkan setahun sebelumnya sebesar Rp27,1 juta.
Pelaksana Tugas Kepala BPS, Suryamin, dalam keterangan pers di kantornya, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kuartal IV-2011 masih banyak terkonsentrasi di tiga provinsi utama yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat.  Kegiatan ekonomi di sektor sekunder dan tersier juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sementara itu, kegiatan ekonomi sektor primer lebih banyak diperankan oleh daerah-daerah di luar Jawa.
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan pendapatan per kapita Indonesia akhir tahun ini mencapai US$ 3.500-3.600, lebih tinggi dari tahun lalu US$ 3.005. Perkiraan itu didasarkan pada kinerja pertumbuhan ekonomi yang konsisten saat ini. Pada triwulan II-2011, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 2,9% dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan dibandingkan triwulan sama 2010 tumbuh 6,5%.
Menurut Kepala BPS Rusman Heriawan, secara kumulatif, produk domestik bruto (PDB) nominal semester I-2011 mencapai Rp 3.549 triliun, lebih tinggi dari semester I-2010 senilai Rp 3.084 triliun atau dibanding semester II-2010 sebesar Rp 3.339 triliun. Apabila  perkembangan pada semester II tahun ini kira-kira sama dengan semester II tahun lalu, total PDB tahun ini bisa mencapai Rp 7.400 triliun. Dengan perkiraan PDB nominal 2011 sebesar Rp 7.400 triliun atau setara pertumbuhan ekonomi 6,7% dan memperhitungkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 241 juta jiwa dengan rata-rata kurs Rp 8.600 per dolar AS, pendapatan per kapita Indonesia hingga akhir tahun ini mencapai US$ 3.500-US$ 3.600. Angka itu lebih tinggi dari tahun lalu US$ 3.004,9.
Pemerintah Optimistis Secara terpisah, Menko Perekonomian Hatta Rajasa optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini minimal mencapai 6,5%. Beliau berpendapat bahwa dengan pertumbuhan yang stabil sejak awal tahun dan pencapaian pertumbuhan kuartal II sebesar 6,5%, ia yakin  perekonomian nasional tahun ini setidaknya mencapai 6,5%, atau di atas target APBN sebesar 6,4%.
Saat ini terjadi sedikit guncangan di pasar modal global. Di sisi lain, sejumlah negara mengalami penurunan pertumbuhan selama kuartal II. Contohnya Tiongkok dan Singapura yang ekonominya tumbuh pesat pada kuartal I, tapi pada kuartal II turun tajam. Tapi Indonesia tetap mengalami pertumbuhan stabil. Konsumsi masyarakat tetap terjaga, inflasi juga cukup baik. Hatta juga optimistis nilai ekspor bisa menembus US$ 200 miliar tahun ini.
Realisasi nilai ekspor yang melebihi impor menunjukkan surplus pada neraca perdagangan yang  tetap. Akhir 2011, Pendapatan Per Kapita US$ 3.600. Ekspor Indonesia jauh lebih tinggi pertumbuhannya dibanding impor. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, menurut Hatta Rajasa, pemerintah harus mampu mengatasi tiga titik hambatan.
Pertama, memperbaiki perencanaan proyek yang terkait belanja modal dan infrastruktur.
Kedua, memperbaiki proses pelelangan. Ketiga, memperbaiki proses penyelesaian atau pembayaran.
“Ini sebetulnya sudah diatur Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah. Tapi, menurut saya, Perpres ini harus terus dievaluasi.
Kalau menghambat, tentu harus diubah. Pengadaan barang dan jasa pemerintah harus simpel, cepat, transparan, dan akuntabel, bukan njelimet, berbelit-belit, malah memperlambat. Itu repot,” tandas Hatta.
Minim Tenaga Kerja Menanggapi hal itu, ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Latief Adam mengungkapkan,   laju pertumbuhan ekonomi masih didominasi sektor non-tradeable yang terbilang minim menyerap tenaga kerja. Kontribusi sektor pengolahan dan pertanian masih 39%. Padahal, idealnya, kedua sektor tersebut harus dominan untuk dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Menurut Latief, seharusnya pertumbuhan ekonomi disokong sektor-sektor yang tradeable, seperti pertanian, industri, dan pertambangan. Pasalnya, ketiga sektor tersebut paling besar menyerap tenaga kerja. Dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi semester I-2011 sebesar 6,5% dibanding semester I tahun silam, Indonesia sepanjang tahun ini mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas 6,7%. Namun, untuk dapat mencapainya, pemerintah harus mampu mengendalikan inflasi. Pertumbuhan ekonomi sebagian besar didorong konsumsi masyarakat. Jika inflasi tinggi, daya beli masyarakat menurun dan konsumsi masyarakat akan berkurang. Ini tentu berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Selain disokong tingkat konsumsi  yang tinggi, menurut Latief, tren investasi diperkirakan akan semakin meningkat pada kuartal III. Demikian pula belanja pemerintah. Yang akan menjadi hambatan justru ekspor, karena beberapa negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat dan Jepang menunjukkan penurunan performa. Meskipun pada akhir tahun diprediksi terjadi perlambatan ekonomi global, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap bakal meningkat. Eksposur Indonesia dengan AS dan Eropa tidak setinggi Singapura
atau negara Asean yang lain.  Terpuruknya ekonomi AS dan Eropa justru akan mendatangkan keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Karena, para investor akan memilih negara tujuan lain untuk berinvestasi, salah satunya Indonesia. Capital inflow akan semakin deras. Tinggal bagaimana caranya mentransmisikan capital inflow ke sektor riil.
Konsumsi Rumah Tangga Kepala BPS Rusman Heriawan mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2011 mencapai 2,9% dibandingkan triwulan sebelumnya (quarter to quarter/q-to-q). Sedangkan dibandingkan triwulan yang sama 2010 (year on year/yoy) tumbuh 6,5%. Konsumsi ruma tangga memberikan kontribusi paling besar.
Sebaliknya, belanja pemerintah berkontribusi paling rendah. Secara spasial, struktur perekonomian Indonesia pada triwulan II-2011 masih didominasi kelompok provinsi di Pulau Jawa dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,7%, diikuti Sumatera 23,5%, Kalimantan 9,5%, Sulawesi 4,7%, dan sisanya 4,6% dikontribusi pulau-pulau lainnya.
Besaran PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan II-2011 mencapai Rp 1.811,1 triliun.
Adapun PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan yang sama sebesar
Rp 611,1 triliun. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi (q-to-q) adalah perdagangan, hotel, dan restoran 4,8%, konstruksi 4,2%, serta sector listrik, gas, dan air bersih 4%. Secara tahunan (yoy), sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 10,7%, sektor perdagangan, hotel, dan restoran 9,6%, dan sektor konstruksi 7,4%. Struktur PDB triwulan
II-2011 masih didominasi sektor industri pengolahan, sektor pertanian, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi masing-masing 24,3%, 15,4%, dan 13,9%.
Pertumbuhan PDB triwulan II-2011 dibandingkan triwulan I-2011 (q-to-q) yang mencapai 2,9% ditopang kenaikan pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 1,3%. Sedangkan pengeluaran konsumsi pemerintah naik 26%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) naik 3,9%, ekspor barang dan jasa tumbuh 7,4%, serta impor barang dan jasa meningkat 6%. Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2011 yang mencapai 6,5% dibandingkan triwulan II- 2010 (yoy) didukung pengeluaran konsumsi rumah tangga yang meningkat 4,6%. Pendukung lainnya adalah pengeluaran konsumsi pemerintah 4,5%, PMTB 9,2%, ekspor barang dan jasa 17,4%, serta impor barang dan jasa 16%.
Adapun pertumbuhan ekonomi semester I-2011 terhadap semester I- 2010 yang mencapai 6,5% didukung peningkatan konsumsi rumah tangga 4,5%, konsumsi pemerintah 3,7%, PMTB 8,3%, serta ekspor dan impor masing-masing 14,9% dan 15,8%. Struktur PDB penggunaan triwulan II-2011 didominasi komponen pengeluaran rumah tangga sebesar 54,3%. Komponen PMTB dan pengeluaran konsumsi pemerintah memberikan kontribusi masing-masing 31,6% dan 8,3%. Sedangkan ekspor neto berkontribusi 1,9%

E.     Target Pendapatan Perkapita Indonesia Tahun 2015
Pada tahun 2012, ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalahkan belanda yang notabene telah menjajah Negara Indonesia selama 350 tahun. Ini merupakan satu prestasi  yang sangat membanggakan bagi kita. Jika kondisi politik dan ekonomi relatif stabil, maka pada akhir 2013 yang akan datang Indonesia di-prediksikan mencapai pendapatan perkapita USD 5.000. Inilah satu bukti pertama kalinya Indonesia akan menembus 100 Negara dengan pendapatan perkapita terbesar di dunia.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menargetkan pendapatan per-kapita Indonesia tahun 2015 mencapai 5.500 USD atau meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2011 lalu yang masih bekisar 3.500-3.600 USD. Target ini disesuaikan dengan berbagai program pemerintah terkait peningkatan perekonomian rakyat seperti program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Dalam tiga tahun kedepan, katanya, Pemerintah RI harus sudah mampu meningkatkan perekonomian rakyat yang signifikan. Satu pekerjaan memang tidak gampang, tetapi bisa dicapai. Pendapatan perkapita kita 3.500 hingga 3.600 USD pada tahun 2011 lalu. Dan pada 2015 mendatang, pendapatan per-kapita Indonesia diharapkan bisa mencapai 5.500 USD.
Oleh sebab itu, demikian Hatta yang juga Ketua Umum partai berlambang matahari bersinar (PAN) itu, pemerintah secara bersama-sama harus mampu membangun koridor satu wilayah Sumatra, yang pertama yakni membangun dan perbaikan jalan dari Aceh hingga ke Lampung.
Selain itu, kata Hatta, demi menyukseskan program MP3EI, pemerintah juga akan membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau, paling tidak klaster atau "kantung" pertumbuhan industri serta membangun tiga pelabuhan baru dan memperbaharui pelabuhan yang telah ada seperti Pelabuhan Internasional Dumai serta Pelabuhan Kuala Enok.
"Juga membangun kembali pusat industri, hilirisasi, manufaktur industri hilir. Semua harus kita bangun. Oleh sebab itu, diminta semua pihak agar bahu-membahu menyukseskan program ini," katanya.
Apabila semua terlaksana dengan baik, bukan tidak mungkin pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan akan mengalami peningkatan yang kian pesat. Memang untuk setiap tahunnya perdapatan per-kapita Indonesia terus mengalami peningkatan, namun masyarakat   mengharapkan adanya pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih baik lagi.

F.     Solusi untuk Mencapai Target Pendapatan Perkapita Indonesia USD 5000
Sering sekali kita dengar baik itu berita dari siaran televisi, radio maupun media cetak lainnya tentang kondisi Perekonomian di Indonesia. Baik itu yang di soroti secara negative maupun positif. Tetapi lebih sering kita dengar dan kita lihat yang disoroti oleh media adalah hal-hal yang bersifat negative sehingga hal-hal positif seakan-akan tidak pernah ada di Indonesia ini. Didalam dunia politik sering juga kita mendengar dan melihat bahwa sanya hal-hal yang bersifat positif ini sangat sedikit di perbincangkan, apakah yang dapat diperbincangkan itu hanya yang bersifat negative atau istilah lain selalu yang kurang baik. Tapi benar untuk kita ketahui bahwa hal yang kurang ini akan selalu menjadi pembahasan terpenting agar bagaimana hal negatif tersebut menjadi positif.
Jika kita dapat berbicara tentang hal yang positif yang sudah dicapai oleh Negara kita ini, bahkan dalam taraf global, ini akan membuat kita dan generasi-generasi Indonesia akan semakin antusias dalam menghadapi perekonomian sekarang ini.
Sebagai contoh dalam hal ekonomi. Pada tahun 2011 indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat :
1.      Indonesia Berhasil menembus pendapatan per-kapita USD 3,500
2.      Indonesia berhasil mencapai investment grade, bahkan Indonesia satu-satunya Negara asia tenggara yang masuk dalam jajaran kelompok Negara G20. Ini merupakan suatu kebanggan.
3.      Bahkan dengan GDP sebesar USD 834 Miliar, Indonesia kini duduk di posisi 17 ekonomi terbesar di dunia di atas, Turki, Swiss, Swedia, Arab Saudi, Taiwan, Thailand, Singapura, dan Malaysia.
Menurut data dari Asian Development Bank (ADB), antara tahun 2002-2008 ada sekitar 102 juta jiwa kelas menengah baru di Indonesia. Tingkat kemakmuran dan daya beli rakyat Indonesia akan makin meningkat pesat. Daya tarik pasar kelas menengah Indonesia yang cukup melesat pada akhir-akhir ini. Terbukti semakin menggiurkan bagi para pemain kelas dunia untuk berlomba-lomba menjaring rupiah di Indonesia.
Buktinya, Launching produk-produk baru smartphone beberapa merek ternama pun kini diadakan di Indonesia. Dengan kata lain, pasaran domestic Indonesia semakin menarik dan menjadi incaran dunia international.
Maka dari itu, akankah itu berarti kita cuman sekedar jadi Negara konsumen yang konsumtif? Mungkin akan menyedihkan jika pertumbuhan kelas menengah sekedar menjadikan Indonesia sebagai pasar dan masyarakatnya hanya jadi pembeli dan tukang belanja. Apakah kita sebagai warga Negara Indonesia yang memiliki warisan dari nenek moyang kita yaitu tanah air Indonesia yang tercinta ini dijadikan ladang oleh Negara lain sedangkan kita hanya jadi penonton dari produk asing? Kita hanya pintar membeli produk tetapi tidak pintar untuk menciptakan produk.
Lalu bagaimana solusinya bagi Masyarakat Indonesia?
Semestinya pertumbuhan kelas menengah yang pesat di Negara ini bukan hanya melahirkan generasi konsumtif dan pasar yang siap belanja, tapi juga menumbuhkan generasi kelas menengah baru: Entrepreneur Kelas Menengah Indonesia. Mereka inilah para Entrepreneur 5000 yang dating dari kalangan kelas menengah dan siap menghadapi era kebangkitan daya beli nasional pada pendapatan perkapita USD 5.000, karena mereka yang paham benar, bagaimana karakteristik pasar kelas menengah yang lagi berkembang pesat saat ini.
Lahirnya Entrepreneur 5000, ini menjadi satu alternative jawaban masa depan agar kebangkitan kelas menengah dan daya beli bangsa justru bisa memperkuat posisi tawar kita sebagai tuan rumah di Negara sendiri. Lalu, Entrepreneur 5000 ini sekaligus menjadi sebuah tantangan, Apakah UMKM kita siap naik kelas untuk bersaing secara global? 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perekonomian Indonesia memang sedang naik daun. Ketika dunia dilanda krisis, perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh positif, bahkan hingga 4,5 persen pada 2009. Padahal, tahun itu banyak negara mengalami kemerosotan dalam perekonomian. Di Indonesia, jumlah penduduk yang besar tidak lagi dilihat sebagai ”hantu” perekonomian, tetapi sebagai pasar yang besar dan menarik.
Meningkatnya pendapatan per kapita yang diantaranya ditopang kenaikan di sejumlah sektor usaha, terutama tambang itu akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2011 mencapai 6,5 persen. Sepanjang 2011 terjadi pertumbuhan di semua sektor ekonomi.
Namun, tercapainya target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,5 persen itu bukanlah penentu kesuksesan negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Peningkatan PDB di Indonesia justru membuat negara semakin miskin sumber daya.
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang mengalami keterpurukan di tengah sumber daya yang melimpah. Indonesia tidak menangani sumber daya alamnya dengan baik.
Pemerintah justru menghancurkan sumber alam dengan terlalu berlebihan mengekploitasinya. Bahkan, pemerintah dinilai tidak mengalokasikannya untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan. Pemerintah terlalu terfokus pada upaya meningkatkan PDB. Namun, di sisi lain malah mengorbankan sumber daya alam.
Peningkatan PDB ini malah justru membuat negara semakin miskin. Kondisi itu, justru membuktikan PDB tidak bisa meningkatkan kualitas hidup rakyat. Ada banyak bukti empiris dan studi yang menunjukkan kualitas hidup dan kebahagiaan rakyat tidak ada hubungannya dengan PDB dan kekayaan negara. 

DAFTAR PUSTAKA


http://bisnis.vivanews.com/news/read/30496-pendapatan_per_kapita_indonesia_us__2_
271_2
http://bisnis.vivanews.com/news/read/285894-pendapatan-per-orang-warga-ri-naik-rp3-7-jt
http://economy.okezone.com/read/2010/10/26/279/386413/memahami-statistik-ekonomi-pendapatan-per-kapita-2010
http://finance.detik.com/read/2010/02/10/131037/1296658/4/pendapatan-per-kapita-ri-naik-jadi-rp-243-juta-di-2009
http://indonesiacompanynews.wordpress.com/2011/08/06/akhir-2011-pendapatan-per-kapita-us-3-600/
http://vacancy-carrer.blogspot.com/2012/03/pendapatan-perkapita-indonesia-bakal.html


No comments:

Post a Comment